Apa Itu Helicopter Parenting? Waspadai Dampaknya pada Anak

dampak helicopter parenting

Apa itu helicopter parenting dan seperti apa dampaknya pada anak? Mari kita cari tau sama-sama di artikel ini!

Apakah Anda pernah memutuskan sesuatu untuk anak tanpa berdiskusi terlebih dahulu dengannya? Hal ini merupakan tanda-tanda dari helicopter parenting, lho. Apa sih helicopter parenting itu? Helicopter parenting merupakan gaya mengasuh dengan orang tua yang terlalu fokus terhadap anaknya. Mereka terlalu mengatur atau ikut campur terhadap pengalaman anaknya, terutama pada hal-hal yang berkaitan dengan kesuksesan dan kegagalan anak. Istilah ini pertama kali digunakan oleh dr. Haim Ginott dalam buku berjudul “Parents & Teenagers”.

Dr. Ann Dunnewold Ph.D, seorang psikolog sekaligus penulis, menyebut helicopter parenting juga sebagai overparenting. Artinya, orang tua terlibat dalam kehidupan anak-anaknya, namun dengan cara yang berlebihan, seperti terlalu mengontrol, terlalu melindungi, dan selalu menuntut anaknya untuk sempurna. Pastinya Smart Parents ingin menghindari pola pengasuhan seperti ini ‘kan? So, mari ketahui ciri-ciri dari helicopter parenting.

helicopter parentingIlustrasi helicopter parenting (Sumber: momjunction.com)

 

Ciri-ciri Helicopter Parenting

 

1. Pada tahap balita: Selalu menjaga ketat anaknya saat bermain

Perlu diingat, bahwa helicopter parenting tak hanya berlaku untuk orang tua yang memiliki anak kecil, melainkan juga orang tua yang memiliki anak remaja atau bahkan dewasa. Pada tahap balita, helicopter parenting mulai terlihat saat orang tua terlalu ketat menjaga anak saat bermain. Orang tua tidak membiarkan anak disentuh orang lain, tidak membiarkan anak bermain sesuatu yang baru, terlalu takut anak terluka saat bermain, mengarahkan perilaku anak, dan tidak membiarkan anak punya waktu sendiri.

2. Pada usia sekolah hingga kuliah: Membuat keputusan untuk anak

Pada tahap ini, helicopter parenting biasanya berinisiatif untuk membuat keputusan bagi hidup anak tanpa mempertimbangkan pendapat anak. Misalnya, mendaftarkan anak ke kursus atau kegiatan yang belum tentu sesuai dengan minat anak. Selain itu, perilaku helicopter parenting juga terlihat jika orang tua mulai mengatur dengan siapa anak boleh berteman hingga mengatur kegiatan anak.

helicopter parentingHelicopter parenting disebut juga dengan overparenting (Sumber: kidskunst.info)

 

3. Sangat peduli pada bidang akademik anak

Sebagian besar helicopter parent menaruh perhatian lebih pada bidang akademik anak. Misalnya, anak harus selalu berada di ranking pertama dan orang tua akan protes kepada guru jika anak mendapat nilai jelek.

Jika anak sudah terbiasa dengan gaya helicopter parenting sejak kecil, anak menjadi tidak memiliki kuasa untuk membuat keputusan sendiri dan melawan keputusan orang tua. Dengan begitu, sebagian besar pilihan anak dibuat oleh orang tua. Pola ini bisa terus berlanjut di usia dewasa, pada bidang pekerjaan hingga pasangan hidup anak.

 

Dampak Helicopter Parenting pada Anak

 

1. Kurang percaya diri

Helicopter parenting biasanya diawali dengan tujuan yang baik, namun akhirnya bisa berdampak buruk bagi anak. Anak yang dibesarkan dengan helicopter parent berpotensi memiliki rasa kepercayaan diri yang rendah karena tidak terbiasa membuat keputusan sendiri. Anak juga bisa merasa orang tuanya tidak percaya pada diri mereka.

helicopter parentingHelicopter parenting bisa berdampak buruk pada anak (Sumber: independent.co.uk)

 

2. Tidak punya kemampuan untuk menghadapi masalah

Kemampuan anak dalam menghadapi masalah juga tidak berkembang karena selalu ada orang tua yang memastikan segalanya baik-baik saja. Kehidupannya juga selalu bebas dari masalah dan kegagalan, sehingga anak tidak tahu bagaimana cara menghadapi kesedihan ataupun kegagalan dalam hidupnya.

3. Anak memiliki tingkat kecemasan dan depresi tinggi

Penelitian dari University of Mary Washington menunjukkan bahwa anak-anak dengan helicopter parenting ternyata memiliki tingkat kecemasan dan depresi yang tinggi.

4. Kemampuan dasar anak berkurang

Kemampuan dasar anak untuk melakukan hal-hal dasar sehari-hari pun menjadi berkurang karena sudah terbiasa diurus oleh orang tua, seperti mengemas barangnya sendiri.

helicopter parentingHelicopter parenting bisa membuat anak depresi (Sumber: usatoday.com)

 

5. Anak tidak terbiasa dalam menghadapi tekanan

Kegagalan, tantangan dan tekanan adalah hal yang berguna bagi anak agar bisa berkembang dan mempelajari kemampuan baru. Anak harus dibiasakan sejak kecil untuk menghadapi semuanya sendiri agar kekuatan mentalnya terasah sejak dini. Jika anak terbiasa memiliki orang tua yang mengatur semuanya, anak akan kaget dan menjadi cenderung cepat menyerah saat menemui permasalahan di masa dewasanya kelak.

Sebagai orang tua, tentunya Anda ingin selalu melindungi dan mengawasi anak agar tidak ada hal buruk yang terjadi padanya. Namun, jangan sampai upaya ini memberikan pengaruh negatif dan terlalu berlebihan hingga mengarah ke helicopter parenting. Biarkan anak melakukan pekerjaan yang bisa mereka lakukan agar bisa mandiri. Dengan partisipasi orang tua yang tepat dalam mendidik anak, maka anak akan terbentuk dengan kepribadian percaya diri dan dapat diandalkan.

Ayo, coba mulai dari sekarang dengan biarkan anak belajar secara mandiri melalui video beranimasi di ruangbelajar. Orang tua juga tetap bisa mengontrol anak melalui rapor orang tua, lho.

IDN CTA Blog ruangbelajar Ruangguru

Shabrina Alfari

Content Writer and Content Performance at Ruangguru. Hope my writing finds you well and help you learn a thing or two! :D